Skip to main content

Hitachi

Inovasi Sosial di Asia Tenggara

 

 

 

 

Bangkok Red Line

Meningkatkan Kualitas Lingkungan di Metropolis Asia Tenggara

 

 

 


    Meskipun hanya mencakup
    2%
    dari permukaan bumi


    Perkotaan menyumbang lebih dari
    60%
    emisi gas rumah kaca


    Mengonsumsi hampir
    80%
    energi dunia

    Di Asia Tenggara, hal ini terutama terlihat di salah satu kota metropolitan terbesar di kawasan ini, Bangkok, di mana polusi udara menyebabkan hampir 6.000 kematian dan menimbulkan biaya lebih dari US$2,3 miliar pada tahun 2020 sajai

    Jika dibiarkan, kelestarian lingkungan di ibu kota Thailand ini akan mencapai titik henti – jika memang belum terjadi. Selama beberapa dekade, Thailand telah mengalami lonjakan populasi perkotaan.ii Jutaan orang telah berbondong-bondong hijrah ke kota untuk mencari pekerjaan. Hal ini menimbulkan populasi perkotaan yang diperkirakan akan mencapai lebih dari 12 juta orang pada tahun 2030.iii

    Secara bersamaan, negara ini telah muncul sebagai pusat manufaktur otomotif terbesar di Asia Tenggara dan merupakan salah satu yang terbesar secara global. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa negara ini juga merupakan negara yang bergantung pada mobil terutama di Bangkok di mana kota ini juga merupakan rumah bagi hampir 10 juta kendaraan.iv


    Populasi perkotaan yang diperkirakan akan mencapai lebih dari
    12juta
    orang pada tahun 2030.


    Kemacetan lalu lintas menyebabkan kerugian ekonomi lebih dari
    US$ 340juta
    per tahun

    Tidak mengherankan, laju pertumbuhan penduduk perkotaan Bangkok seiring peningkatan jumlah kendaraan (diperkirakan ada 500.000 pendaftaran kendaraan baru setiap tahunnya) di jalan raya telah menyebabkan kota ini terkenal sebagai salah satu kota termacet di dunia.v Kemacetan yang mengimpit ini merupakan faktor utama penyebab situasi buruk di lingkungan kota, vi terutama dalam hal polusi udara. Tetapi dampak buruknya lebih dari sekadar masalah lingkungan; dari aspek sosial-ekonomi, pengemudi menghabiskan waktu terjebak macet lebih dari satu jam setiap harinya dan para ahli berpendapat bahwa hal ini menyebabkan kerugian ekonomi lebih dari US$340 juta per tahun, atau hampir US$2 juta setiap harinya.

    Mengurangi beban kemacetan Bangkok dengan sistem transportasi umum yang canggih


    Kemacetan menahun adalah kontributor utama buruknya kualitas lingkungan negara ini. Oleh karena itu, menciptakan inovasi pada ekosistem transportasi umum dengan mengurangi kendaraan di jalan raya telah menjadi prioritas utama bagi pemerintah Thailand, terutama melalui Rencana Induk Transportasi Ramah Lingkungan dan Berkelanjutanvii yang berfokus pada penciptaan sistem yang berkelanjutan, baik untuk infrastruktur publik maupun masyarakat yang menggunakannya.

     


    Hitachi, bekerja sama dengan Mitsubishi Heavy Industries, Ltd. dan Sumitomo Corporation

    Mengirimkan total
    25
    rangkaian kereta
    (terdiri dari 130 gerbong) yang didatangkan dari Jepang.


    Dampaknya yakni membantu meningkatkan kesejahteraan perkotaan dengan menyeimbangkan keterjangkauan bagi komuter harian kota.

    Mengambil pelajaran dari kota-kota lain di seluruh dunia dalam menciptakan jaringan angkutan umum, Bangkok meluncurkan Sistem Angkutan Massal Kereta Layang (Bangkok Mass Transit System Skytrain - BTS) menjelang pergantian milenium, diikuti dengan dominasi kereta bawah tanah – Metro Metropolitan Rapid Transit (MRT) pada tahun 2004. Dalam beberapa dekade sejak itu, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan populasi Bangkok, kedua sistem ini telah diperluas untuk menjangkau lebih banyak wilayah di dalam Wilayah Metropolitan Bangkok.

    Sebagai bagian dari perluasan ini, pemerintah Thailand telah memimpin Proyek Red Line . Dari stasiun Bang Sue Grand, yang merupakan pusat transportasi utama Bangkok yang terletak di pusat kota-distrik Chatuchak, sistem kereta layang terdiri dari jalur sepanjang 26,4-kilometer ke utara (North Line) dan jalur sepanjang 14,6-kilometer ke barat (West Line). Hitachi,viiibekerja sama dengan Mitsubishi Heavy Industries, Ltd. dan Sumitomo Corporation, mengirimkan total 25 rangkaian kereta (terdiri dari 130 gerbong) yang didatangkan dari Jepang.

    Melalui proyek ini, Hitachi memanfaatkan hubungan simbiosis selama puluhan tahun antara Thailand dan Jepang dalam hal perdagangan ekonomi, dan yang terpenting, transfer inovasi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Thailand. Proyek ini secara khusus membantu mengurangi populasi kendaraan di jalan raya Bangkok melalui moda transportasi yang tidak hanya lebih berkelanjutan tetapi juga ramah lingkungan. Terlebih lagi, dampaknya yakni membantu meningkatkan kesejahteraan perkotaan dengan menyeimbangkan keterjangkauanix bagi komuter harian kota.

    Memberdayakan Inovasi Sosial untuk Mempercepat Thailand 4.0

    Melalui jaringan transportasi baru ini, “Hitachi Social Innovation is Powering Good” dan meningkatkan nilai-nilai Sosial, Lingkungan, dan Ekonomi Thailand.

    Hitachi juga bekerja sama dengan pemerintah dan pemangku kepentingan setempat untuk menerapkan teknologi Revolusi Industri ke-4 yang canggihx dan inisiatif Kota Pintarxi untuk membawa bangsa ini lebih dekat menuju Thailand 4.0.

    membantu Thailand menciptakan pengalaman penumpang yang lebih berkesan dan berdampak positif bagi kualitas hidup masyarakat – baik dalam hal berada di kota yang lebih ramah lingkungan maupun meningkatkan kualitas hidup mereka dalam menjalani pekerjaan dan kehidupan pribadi.

    “Kami senang bisa bekerja sama dengan pemerintah Thailand untuk Red Line. Ini adalah proyek yang berarti mencerminkan tujuan Hitachi untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan membuka Jalan bagi masa depan yang ramah lingkungan.”

    Yoshihiro Sugeta
    Managing Director of
    Hitachi Asia (Thailand) Co., Ltd